MANFAAT ASUHAN PERSALINAN NORMAL ( APN ) DALAM MENCEGAH KOMPLIKASI PERSALINAN DAN NIFAS


Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih menduduki peringkat tertinggi di ASEAN. Tercatat kejadian terendah 130 sampai yang tertinggi mencapai 1.340 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab utama AKI yakni sekitar 90 persen akibat komplikasi kehamilan/persalinan. Hal ini berdasarkan hasil survai kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001 lalu. Tingginya komplikasi obstetri seperti misalnya perdarahan pasca persalinan, eklamsia, sepsis dan komplikasi keguguran menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang. Sebagian besar penyebab kesakitan dan kematian ibu tersebut dapat dicegah, hal ini telah dibuktikan pada negara-negara di mana angka kesakitan dan kematian ibu tersebut tergolong rendah.
Asuhan kesehatan ibu ini terfokus pada : Keluarga Berencana untuk membantu para ibu dan suaminya merencanakan kehamilan yang di inginkan. Asuhan Antenatal Terfokus untuk mempersiapkan kelahiran, mengetahui tanda-tanda bahaya dan memastikan kesiapan menghadapi komplikasi kehamilan. Asuhan Pasca Keguguran untuk penatalaksanaan kegawatdaruratan akibat keguguran dan kaitannya dengan kesehatan reproduksi lainya. Persalinan yang Bersih dan Aman serta Pencegahan Komplikasi. Penatalaksanaan Komplikasi yang terjadi selama persalinan dan setelah bayi lahir.
PERGESERAN PARADIGMA
Fokus utama asuhan persalinan normal telah mengalami pergeseran paradigma. Dahulu fokus utamanya adalah menunggu dan menangani komplikasi namun sekarang fokus utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir sehingga akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir.
Contoh pergeseran paradigma asuhan persalinan normal, yaitu :
  1. Mencegah perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atoni uteri
a)       Upaya preventif terhadap perdarahan pasca persalinan berupa :
  • Manipulasi seminimal mungkin
  • Penatalaksanaan aktif kala III
  • Mengamati dan melihat kontraksi uterus pasca persalinan
b)       Menjadikan laserasi / episiotomi sebagai tindakan tidak rutin
Ø  Laserasi / episiotomy
Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak merupakan tindakan rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi tanpa laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada perinium
c)       Mencegah terjadinya retensio placenta
  • Upaya Pencegahan Retensio Placenta berupa :
Pencegahan retensio plasenta dengan cara mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali. Upaya ini disebut juga penatalaksanaan aktif kala III
d)       Mencegah partus lama
  • Upaya mencegah partus lama berupa :
1.      Menggunakan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janinnya serta kemajuan proses persalinan.
2.      Mengharapkan dukungan suami dan kerabat ibu
3.      Mencegah asfiksia bayi baru lahir
  • Upaya mencegah asfiksia bayi baru lahir secara berurutan,yaitu :
1.      Membersihkan mulut dan jalan napas sesaat setelah ekspulsi kepala.
2.      enghisap lendir secara benar.
3.      Segera mengeringkan dan menghangatkan tubuh bayi

Perubahan paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan terjadinya komplikasi diakui dapat membawa perbaikan kesehatan kaum ibu di Indonesia. Penyesuaian ini Sangay penting dalam upaya menurunkan anka kematian ibu dan bayi baru lahir, karena sebagian besar persalinan di indonesia maíz terjadi di tingkat pelayanan kesehatan primer di mana tingkat kerampilan dan pengetahuan petugas kesehatan di fasilitas pelayanan tersebut maíz Belem memadai. Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Jira semua tenaga penolong persalinan dilatih agar mampu untuk mencegah atau deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi, menerapkan asuhan persalinan secara tepat guna dan waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi, dan segera melakukan rujukan saat kondisi ibu maíz optimal, amka para ibu dan bayi baru lahir akan terhindar dari encaman kesakitan dan kematian.

ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN)
Tujuan asuhan persalinan normal yaitu mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat optimal
Praktek-praktek pencegahan yang akan dijelaskan pada asuhan persalinan normal meliputi :
  1. Mencegah infeksi secara konsisten dan sistematis.
  2. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah bayi lahir, termasuk penggunaan partograf
  3. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan, pasca persalinandan nifas.
  4. Menyiapkan rujukan ibu bersalin atau bayinya.
  5. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya, misalnya episiotomi, amniotomi, kateterisasi dan penghisapan lendir pada bayi baru lahir
  6. Penatalaksanaan aktif kala III dilakukan secara rutin sebagia upaya untuk mencegah perdarahan pasca persalinan
  7. Memberikan asuhan pada bayi baru lahir.
  8. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayinya, termasuk dalam masa nifas dini, secara rutin. Asuhan ini, akan memastikan ibu dan bayinya berada dalam kondisi aman dan nyaman, pengenalan dini komplikasi pasca persalinan / bayi baru lahir dan mengambil tindakan yang sesuai kebutuhan
  9. Mengajarkan ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini bahaya yangmungkin terjadi selama masa nifas dan pada bayi baru lahir.
  10. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan

Melalui praktek asuhan Persalinan Normal secara rutin dan benar, diharapkan lebih banyak ibu dan bayi baru lahir dapat diselamatkan dari resiko atau bahaya yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Fokus Asuhan Persalinan Normal (APN) Mencegah :
1.      Perdarahan post partum
2.      Asfiksi bayi baru lahir/hipotermi
3.      Infeksi
4.      Partus lama

Dalam asuhan persalinan normal harus ada ALASAN yang kuat dan TERBUKTI BERMANFAAT bila akan melakukan intervensi terhadap proses persalinan yang fisiologis / alamiah. (WHO)

Tujuan Asuhan Persalinan Normal (APN)
  1. Meningkatkan sikap positif terhadap keramahan & keamanan dlm memberikan pelayanan persalinan normal & penanganan awal penyulit beserta rujukannya
  2. Memberikan pengetahuan & ketrampilan pelayanan persalinan normal & penanganan awal penyulit beserta rujukan yang berkualitas & sesuai dengan prosedur standar
Mengidentifikasi praktek-praktek terbaik bagi penatalaksanaan persalinan dan kelahiran :
  1. Penolong yang terampil
  2. Kesiapan menghadapi persalinan dan kelahiran serta kemungkinan komplikasinya
  3. Partograf
  4. Episiotomi terbatas hanya atas indikasi
  5. Mengidentifikasi tindakan2 yang merugikan dengan maksud menghilangkan tindakan tersebut.
  • Penolong Yang Terampil
Seorang pemberi asuhan yang profesional Memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk:
  1. Menatalaksana persalinan, kelahiran dan masa nifas
  2. Dapat mengenali komplikasi-komplikasi
  3. Mendiagnosis, menatalaksana atau merujuk ibu atau bayi ke tingkat asuhan yang lebih tinggi jika terjadi komplikasi yang memerlukan intervensi di luar kompetensi pemberi asuhan
  4. Dapat melakukan semua intervensi dasar kebidanan
  • Kesiapan Menghadapi Persalinan dan Kesiapan Menghadapi Komplikasi
  1. Mendiagnosis dan menatalaksana masalah dan komplikasi dengan sesuai dan tepat waktu
Ø  Mengatur rujukan ke tingkat yang lebih tinggi bila diperlukan
Ø  Memberikan konseling yang berpusat pada ibu tentang kesiapan menghadapi persalinan dan kelahiran serta kesiapan menghadapi komplikasinya

Mendidik masyarakat mengenai kesiapan menghadapi persalinan dan kelahiran serta kesiapan menghadapi komplikasinya
  • Kesiapan Menghadapi Komplikasi
  1. Mengenali dan merespon tanda-tanda bahaya
  2. Menyusun rencana serta menentukan siapa yang berwenang untuk mengambil keputusan di saat keadaan darurat
  3. Membuat rencana untuk segera dapat mengakses dana (tabungan atau dana masyarakat)
  4. Mengidentifikasi dan merencanakan upaya yang harus dilakukan untuk mendapatkan darah atau donor darah dengan segera bila diperlukan.


LIMA BENANG MERAH DALAM PENDEKATAN PELAYANAN
* Metode Pemecahan Masalah
* Asuhan Sayang Ibu dan Sayang bayi
* Pencegahan Infeksi
* Dokumentasi
* Pedoman Rujukan Medik Puskesmas

PERSALINAN BERSIH
  1. Sebanyak 14.9% dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh infeksi
  2. Kematian ini dapat dicegah dengan melakukan praktek-praktek pencegahan infeksi
Praktek-Praktek Pencegahan Infeksi
  1. Gunakan bahan/alat sekali pakai, sekali saja dan lakukan dekontaminasi yang sesuai terhadap bahan/alat yang dapat digunakan kembali yang digunakan selama persalinan dan kelahiran
  2. Gunakan sarung tangan pada saat melakukan pemeriksaan dalam, selama menolong melahirkan bayi dan ketika menangani plasenta
  3. Gunakan pelindung diri (sepatu, celemek, kaca mata)
  4. Cuci tangan
  5. Membersihkan perineum ibu dengan sabun dan air dan jagalah selalu kebersihannya
  6. Pastikan bahwa permukaan tempat bayi dilahirkan dalam keadaan bersih
  7. Peralatan, kasa dan tali untuk memotong tali pusat telah di DTT

Praktek-Praktek Terbaik Persalinan
Gunakan metode non-invasif, non-farmakologis untuk mengurangi rasa sakit selama persalinan (masase, teknik relaksasi, dsb):
  • Sedikit penggunaan analgesia
  • Lebih sedikit jumlah tindakan operasi Lebih sedikit jumlah bayi dengan skor apgar <>Lebih sedikit terjadinya depresi pasca persalinan selama 6 minggu
  • Menganjurkan ibu untuk cukup minum sepanjang proses persalinan dan kelahiran bayi
Praktek-Praktek Terbaik Masa Nifas
  • Pemantauan ketat dan pengamatan terus menerus selama 6 jam pertama masa nifas
  • Parameter: Tekanan darah, nadi, perdarahan pervaginam, kontraksi uterus Waktu: Setiap 15 menit selama 2 jam pertama .Setiap 30 menit selama 1 jam berikutnya .Setiap jam selama 3 jam terakhir
Posisi Dalam Persalinan Dan Kelahiran
  • Memberikan ibu kebebasan untuk menentukan posisi dan gerakan yang diinginkan selama persalinan dan kelahiran
  • Menganjurkan posisi apapun kecuali terlentang, seperti: - Berbaring miring - Berjongkok - Merangkak - Semi-duduk - Duduk
  • Penggunaan posisi tegak atau lateral dibandingkan dengan posisi telentang atau litotomi dihubungkan dengan: - Persalinan kala dua yang lebih singkat - Lebih sedikitnya persalinan yang harus ditolong - Lebih sedikitnya episiotomi - Lebih sedikitnya laporan nyeri yang parah - Lebih sedikitnya pola denyut jantung bayi abnormal - Lebih banyaknya robekan pada perineum - Kehilangan darah > 500 mL
Kebiasaan Rutin Yang Membahayakan
  • Penggunaan enema: tidak nyaman, dapat merusak usus besar, tidak merubah lamanya persalinan, terjadinya infeksi pada bayi baru lahir atau infeksi luka pada masa perinatal
  • Pencukuran rambut pubis: membuat tidak nyaman dengan tumbuhnya kembali rambut, tidak mengurangi infeksi, dapat meningkatkan penularan HIV dan hepatitis
  • Pembersihan uterus setelah persalinan: dapat menyebabkan infeksi, trauma mekanik atau syok
  • Eksplorasi manual pada uterus setelah persalinan
Praktek-Praktek Yang Membahayakan
  • Pemeriksaan :
  1. Pemeriksaan rektum: angka kejadiannya sama dengan infeksi puerperium, tidak nyaman bagi wanita/ibu
  2. Penggunaan rutin sinar-X untuk pengukuran pelvis: meningkatkan kejadian leukemia pada anak
  • Posisi:
  1. Penggunaan posisi telentang rutin selama persalinan
  2. Penggunaan posisi litotomi rutin dengan atau tanpa pijakan/penahan
  • Intervensi Yang Membahayakan
  1. Pemberian oksitosin kapanpun sebelum persalinan dengan cara apapun efeknya tidak dapat dikontrol
  2. Upaya meneran yang terus menerus selama persalinan kala dua
  3. Pemijatan dan peregangan perineum selama persalinan kala dua (tidak ada bukti)
  4. Mendorong fundus selama persalinan
Praktek-Praktek Yang Tidak Benar
  1. Pembatasan makanan dan minuman selama persalinan
  2. Pemberian cairan infus intravena secara rutin pada persalinan
  3. Pemeriksaan vagina yang berulangkali , khususnya apabila dilakukan oleh lebih dari satu penolong
  4. Memindahkan ibu yang akan bersalin secara rutin ke tempat lain pada saat permulaan kala dua
  5. Menganjurkan ibu untuk meneran ketika ditegakkan diagnosis pembukaan lengkap atau pembukaan sudah hampir lengkap padahal ibu belum merasa ingin meneran
  6. Kepatuhan yang kaku terhadap lamanya persalinan kala dua yang telah ditentukan (misalnya, 1 jam) padahal kondisi ibu dan janin dalam keadaan baik dan terdapat kemajuan dalam persalinan
  7. Penggunaan episiotomi secara bebas atau rutin
  8. Penggunaan amniotomi secara bebas atau rutin
  • Praktek-Praktek Yang Digunakan Untuk Indikasi Klinis Yang Spesifik
· Kateterisasi kandung kemih
· Persalinan dengan tindakan
· Pemberian oksitosin
· Pengendalian rasa sakit dengan menggunakan obat-obat system
· Pengendalian rasa nyeri dengan analgesi epidural
· Memonitor janin terus menerus secara elektronik
  • Persalinan dan Kelahiran Normal:
· Adanya tenaga terampil
· Penggunaan partograf
· Menggunakan kriteria spesifik untuk diagnosis persalinan aktif
· Membatasi penggunaan intervensi-intervensi yang tidak perlu
· Menggunakan penatalaksanaan aktif pada persalinan kala 3
· Mendukung posisi ibu selama persalinan dan kelahiran bayi
· Memberikan dukungan emosional&fisik pada ibu selama persalinan
FISIOLOGI DAN MANAGEMEN PERSALINAN
Persalinan adalah suatu proses dimana fetus dan plasenta keluar dari uterus, ditandai dengan peningkatan aktifitas myometrium ( frekuensi dan intensitas kontraksi) yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks serta keluarnya lendir darah ("show") dari vagina. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal,15-20% terjadi komplikasi persalinan.
Dari data WHO 1999, Terdapat 180-200 juta kehamilan setiap tahunnya dan 585 ribu kematian wanita hamil berkaitan dengan komplikasi. 24.8% terjadi perdarahan,14.9 % infeksi, 12,9 % eklampsia, 6,9 % distosia saat persalinan, 112,9 % aborsi yang tidak aman, 27 % berkaitan dengan sebab lain. Sedangkan sebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, Infeksi, eklampsia, partus lama dan komplikasi abortus. Perdarahan adalah sebab utama yang sebagian besar disebabkan perdarahan pasca salin. Hal ini menunjukan adanya managemen persalinan kala III yang kurang adekuat.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997 mengungkapkan bahwa partus lama merupakan penyebab kesakitan maternal dan perinatal utama disusul oleh perdarahan, panas tinggi, dan eklampsi. Pola morbiditas maternal menggambarkan pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil, karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat persalianan 24,6 % persalianan dengan komplikasi harus ditolong dengan seksio sesarea, sebagian besar dari kasus ini disebabkan oleh partus lama dan perdarahan.
Pada konfrensi internasional tahun 1999 di Kairo disepakati 80 % dari persalianan akan ditangani oleh tenaga terlatih pada tahun 2005. Hal ini pada negara-negara Asia akan dicapai pada tahun 2015. Di Indonesia pada tahun 1997 hanya 36% saja yang parsalinan ditangani oleh tenaga terlatih, didapat peningkatan yaitu pada tahun 1999 menjadi 56 %.
Manfaat Asuhan Persalinan Normal dalam mencegah komplikasi persalinan dan nifas yang mungkin dapat membantu dalam upaya memahami proses persalinan agar menghindari intervensi yang tidak tepat dan komplikasi yang tidak perlu terjadi, karena jelas bahwa kehadiran tenaga terlatih saat persalinan akan mengurangi kemungkinan komplikasi dan kejadian fatal.

PERUBAHAN BIOKIMIA PADA WANITA HAMIL SAAT MEMASUKI PROSES PERSALINAN
Pada mulai terjadinya proses persalinan terdapat perubahan-perubahan morfologik dan biokimia tersendiri didalam jaringan uterus yang mempersiapkan kontraksi yang kuat dan terkoordinasi.
Diantara perubahan ini adalah :
1.      Perlunakan dan pematangan serviks.
2.      Perkembangan gap junction diantara sel-sel miometrium
3.      Peningkatan jumlah reseptor oksitosin pada miometrium.
4.      Peningkatan reseptor kontraktif dr miometrium terhadap uterotonin.
Persalinan mulai saat benteng pemeliharaan kehamilan dilepaskan yang menyebabkan pembentukan uterotonin dan uterotropin. Diantara yang paling poten dari uterotonin ini adalah prostaglandin, oksitosin, angiotensin II, arginin vasopresin, dan bradikinin.Tampak yang paling mungkin adalah bahwa persalinan diawali sebagai respon terhadap uterotonin dan uterotropin yang diproduksi dalam uterus, yaitu dalam jaringan uterus atau pada jaringan janin ekstraembrional. Sejumlah agen bioaktif, yang diproduksi dalam jaringan-jaringan ini, berkumpul didalam cairan amnion selama proses persalinan.
Pengaturan dan pembentukan gap junction merupakan subjek yang cukup penting. Bukti telah diperoleh, dengan penelitian in vitro dan in vivo pada binatang percobaan, bahwa progesteron menghambat dan estrogen meningkatkan pembentukan gap junction. Beberapa prostanoid seperti PGE2, PGF2ά dan tromboksan dan mungkin endoperoksida.
Merangsang pembentukan gap junction pada kehamilan cukup bulan gap junction meningkat pada setiap sel dan selama proses persalinan jumlah dan ukurannya semangkin meningkat. Gap junction menghilang pada 24 jam postpartum.
PGE2 dan PGF2ά adalah stimuli yang poten untuk kontraksi miometrium dan diyakini bekerja meningkatkan kontraksi miometrium dan diyakini bekerja meningkatkan konsentrasi Ca 2+ bebas intraselular, suatu proses yang menghasilkan aktiviotas myosin light chain kinase, fosforilasi miosin, dan kemudian interaksi miosin terfosforilasi dan aktin. PGE2 dan PGF2ά juga bekerja menginduksi perubahan-perubahan pada pematangfan serviks, yaitu aktivitas kolagenase-kolagenasa dan suatu perubahan konsentrasi glikosaminoglikan.
Pernyataan Tiga teori umum yaitu :
1.      Hipotesis " progesteron withdrawal "
2.      2. teori oksitosin.
3.      3. postulat sistem komunikasi ibu-janin.
Sekarang bukti yang paling besar menentang bentuk progesteron withdrawal yang sudah dapat diketahui atau yang tersembunyi sebelum onset persalinan spontan manusia. Tidak ada penurunan kadar atau kecepatan produksi progesteron dalam darah sebelum mulainya persalianan dan tidak ada bukti yang nyata untuk sekuestrasi khusus, penarikan produksi ekstraglandular, metabolisme unik, atau kegagalan kerja progesteron yang menandai saat mulainya persalinan manusia.
Demikian juga, sebagian fakta menentang peranan elementer oksitosin dalam inisiasi persalianan spontan. Oksitosin merupakan suatu uterotonin yang sangat poten yang penting dalam mempermudah kontraksi uterus pada stadium dua persalinan namun tidak terbukti mengininsiasi persalinan. Sedangkan peran janin dalam inisiasi persalinan yaitu dalam penarikan agen pemeliharaan kehamilan melalui lengan plasenta sistem komunikasi janin-ibu. Sebagai jalur alternatif janin yaitu melalui paru-paru janin atau ginjal lewat sekresi atau eksresi yang memasuki cairan amnion ( lengan parakrin sistem komunikasi janin-ibu ).

FASE/TAHAPAN PERSALINAN
Proses persalinan dibagi dalam tiga berdasarkan pertimbangan klinis :
  • Kala I : Dimulai sejak awal kontraksi dengan frekuensi, intensitas dan durasi yang cukup sehingga menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks.
  • Kala II : kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (+10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi
  • Kala III : Segera setelah kelahiran bayi dan berakhir dengan kelahiran plasenta dan selaput ketuban
  • Kala IV : Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
  1. KALA I PERSALINAN
Tujuan :
  • Proses fisiologis persalinan normal
  • Partograf
  • Rujukan kelainan proses persalinan
  • Masalah medis yang bisa terjadi (PE, APB, KPP) serta penatalaksanaannya
Praktek yang dianjurkan :
-Partograf
-Ibu makan dan minum
-Melakukan aktifitas
-Posisi
-Mengosongkan kandung kemih
Praktek yang dihindari:
-Klisma rutin
-Katerisasi rutin
-Cukur rambut kemaluan
-Pimpin meneran sebelum pembukaan lengkap
Partograf dan Kriteria Untuk Persalinan Aktif
-Tulis mengenai informasi identitas pasien
-Catat djj, warna cairan ketuban, ada tidaknya kompresi kepala, pola kontraksi,
pengobatan yang diberikan
-Tandai pembukaan serviks
-Garis waspada dimulai pada 4 cm dari sini, pembukaan diharapkan bisa melaju 1 cm/jam
-Garis tindakan: Jika pasien tidak mengalami kemajuan seperti di atas, maka diperlukan tindakan
MEKANISME PERSALINAN
KALA I PERSALINAN
Persalinan dimulai dengan kala I sejak onset persalinan sampai serviks mencapai pembukaaan lengkap, Friedman (1978) dalam teorinya tentang persalinan, menyatakan :
" Gambaran klinis kontraksi uterus, yaitu frekuensi, Intensitas dan lamanya tidak dapat diandalkan sebagai ukuran untuk menilai kemajuan persalinan juga bukan petunjuk untuk kenormalannya, kecuali dilatasi serviks dan penurunan janin, tidak ada gambaran klinis pasien bersalin yang dapat mejadi ukuran kemajuan persalinan".
Kala pertama persalinan dapat dibedakan berdasarkan dua fase dilatasi serviks; fase laten dan fase aktif.
Fase laten sejak awal persalinan dengan kontraksi uterus teratur hingga mencapai pembukaan serviks 4 cm.
Fase aktif dibagi lebih lanjut sebagai fase akselerasi, fase kelandaian maksimum, dan fase deselerasi.
Lamanya fase laten lebih variabel dan mudah mengalami perubahan perubahan yang sensitive akibat faktor-faktor luar dan sedasi (pemanjangan fase laten) dan perangsangan miometrium (pemendekan masa laten) lamanya fase laten hanya mempunyai hubungan yang sedikit dengan perjalanan persalinan berikutnya.
Sedangkan karakteristik fase akselerasi biasanya dapat meramalkan hasil akhir suatu persalinan tertentu. Friedman (1978) menganggap kelandaian maksimum sebagai "ukuran yang baik untuk keseluruhan efisiensi mesin".
Sedangkan sifat fase deselerasi lebih mencerminkan hubungan feto-pelvik. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif persalinan diakhiri dengan retraksi serviks disekeliling presentasi janin. Setelah dilatasi serviks lengkap, stadium kedua persalianan dimulai: Hanya penurunan presentasi janin yang tinggal untuk menilai kemajuan persalianan.
Pola penurunan presentasi janin pada sebagian besar nullipara engagement kapala janin sudah terjadi sebelum mulai persalinan. Selebihnya terjadi pada fase I persalinan. Pada pola penurunan persalinan normal, terbentuk suatu kurva hiperbola yang tipikal bila station turunnya kepala dipetakan sebagai fungsi dari lamanya persalinan.
Penurunan aktif biasanya terjadi setelah dilatasi aktif berjalan selama beberapa waktu. Pada nullipara kecepatan penurunan yang bertambah cepat biasanya ditemukan pada fase kelandaian maksimum dilatasi serviks.Pada waktu ini, kecepatan penurunan meningkat menjadi maksimum, dan kecepatan maksimal panurunan ini dipertahankan sampai bagian presentasi janin mencapai lantai perineum.
Perjalanan persalinan dibagi secara fungsional atas dasar evolusi dilatasi yang diharapkan dan kurva-kurva penurunan janin
1.      bagian persiapan, yang mencakup fase laten dan fase akselerasi
2.      bagian dilatasional, yang meliputi fase kelandaian dilatasi maksimum
3.      bagian pelvis, yang mancakup fase deselerasi dan stadium kedua yang  bersamaan dengan fase kelandaian maksimum turunnya kepala.

Rata-rata lamanya kala satu 8 –12 jam untuk nullipara dan 6-8 jam untuk multipara. Pada fase aktif kala I dilatasi servik 1,2 cm / jam pada primipara dan 1,5 cm / jam pada multipara.
Kemajuan dilatasi servik 1 cm/jam pada fase aktif persalinan sering dipakai sebagai batas untuk menentukan suatu persalinan normal atau abnormal. Namun validitasnya hanya didasarkan pengalaman. Karena beberapa persalinan normal didapat kemajuan yang lebih lambat. Diagnosa distosia dipertimbangkan bila kemajuan pembukaan servik kurang dari 0,5 cm / jam dalam periode 4 jam. Friedman (1972) menyatakan kemajuan dilatasi servik yang lambat didefinisikan bila pada primipara dilatasi servik kurang dari 1.2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm,sedang pada multipara kurang dari 1,5 cm/jam dan penurunan kurang dari 2 cm/jam.Didefinisikan sebagai distosia bila pada dalam 2 jam pemantauan tidak didapat perubahan pada dilatasi servik atau pada 1 jam pemantauan tidak didapat penurunan bagian janin.
KALA II
Tujuan :
-Mampu melakukan penatalaksanaan Persalinan Kala I
-Mengenal Penyulit
-Melakukan rujukan
Kala II yang dianjurkan :
-Menjelaskan kemajuan / prosedur / tindakan
-Mengijinkan makan minum
-Kehadiran keluarga - dukungan emosi
-Mengosongkan kandung kemih
-Posisi meneran
-Saat meneran“Non direct pushing”
-Kontrol pengeluaran kepala“Hand manuver”
-Penanganan BBL : usap mulut hidung, keringkan-rangsangan ringan, bungkus bayi dan kepala
Persalinan Kala II
Pada kala II persalinan bantu ibu mengambil posisi yang paling nyaman baginya, Riset menunjukan bahwa posisi duduk atau jongkok memberikan banyak keuntungan. Pada kala II anjurkan ibu untuk meneran hanya jika merasa ingin meneran atau saat kepala bayi sudah kelihatan di introitus vagina "crowning" dan pada penelitian tidak direkomendasikan untuk meneran sambil menahan nafas karena terbukti berbahaya. Hindari juga peregangan pada vagina secara manual dengan gerakan menyapu atau menariknya ke arah luar.
Penelitian menyatakan bahwa tidak ada keuntungan untuk meminta ibu bersalin menarik nafas dalam, menahan nafas dan meneran saaat kontraksi. Praktek untuk menahan nafas dan memaksa upaya ekspulsi terkendali untuk membantu persalinan dikenal sebagai manuver valsava. Pada umumnya praktek ini menyebabkan ibu meneran sambil menghembuskan nafas kuat – kuat dengan glotis tertutup. Dari penelitian didapat tidak ada perbedaan lamanya waktu persalinan bila dibandingkan dengan ibu bersalin yang meneran spontan dan tidak menahan nafas. (thompson, 1995, Knauth dan haloburdo, 1986 ).
Kala II memakan waktu kurang dari 30 menit dan Berkaitan dengan mortalitas dan morbiditas janin tenaga kesehatan harus berhati-hati bila lebih dari satu jam. Tetapi dapat sangat berbeda-beda pada nulipara dapat 50 menit dan 20 menit pada multipara. Dalam literature lain dinyatakan, Satu jam pada multipara dan dua jam pada nulipara. Rata – rata lamanya kala II persalianan menurut ACOG yaitu 30 menit pada multipara dan satu jam pada primipara. Dari beberapa hasil penelitian tidak bermasalah berapa lamanya kala II persalinan sehingga lamanya kala II ini tidak dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan intervensi selama kondisi ibu dan janin baik lamanya kala II ini dapat berlanjut hingga lebih dari satu jam.
Pada seorang wanita dengan paritas lebih tinggi dengan perineum teregang dengan beberapa kali daya dorong mungkin dapat menyelesaikan persalinan. Sebaliknya, pada seorang wanita dengan panggul sempit atau janin besar, atau ada gangguan daya dorong kala II dapat menjadi abnormal lama.
Lamanya kala II ini berkaitan dengan APGAR score yang lebih rendah pada menit pertama setelah kelahiran namun tidak berbeda pada manit ke lima dan sepuluh. Perbedaan nilai APGAR signifikan pada kala II lebih dari 4 jam, Sedangkan asidosis pada bayi tidak berhubungan dengan lamanya kala II. Sedangkan menurut feinstein dkk 2001, Kala II lama berkaitan dengan penurunan APGAR score pada menit pertama dan kelima tetapi tidak signifikan dengan peningkatan mortalitas perinatal. Kala II yang memanjang berkaitan dengan kerusakan muscular dan neuromuscular dasar panggul, incontinensia alvi, incontinensia urin, dan meningkatnya risiko perdarahan post partum. Berdasarkan univariat analisis risiko tersebut timbul pada kala II lebih dari dua jam, dengan perdarahan rata-rata 500cc dan penurunan hemoglobin 1,8 g/dl serta meningkatkan risiko terjadinya atonia uteri.
Episiotomi untuk mempercepat kala II tidak rutin dilakukan karena tidak mencegah terjadinya kerusakan m.sfingter ani justru menambah risiko terjadinya kerusakan tersebut, dari data yang didapat khususnya episiotomi mediana harus dihindari pada kala II memanjang karena dapat menambah kerusakan dasar panggul yang berat.
Sebuah RCT di Canada menyatakan bahwa menghindari melakukan episiotomi mengurangi trauma perineum dan episiotomi meningkatkan resiko inkontinensia fecal pada tiga dan enam bulan postpartum. Episiotomi mediana tidak efektif dalam perlindungan daerah perineum selama persalianan. Pada nuliparitas masase perineum beberapa minggu sebelum persalianan dapat mencegah trauma perineum.
Dorongan pada fundus selama persalinan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan uterus dan abdomen, serta dorongan yang terus menerus dapat menyebabkan penurunan oksigenisasi bagi bayi dan tidak mengurangi lamanya kala II persalinan.
Melambatnya denyut jantung janin yang diinduksi kompresi kepala sering terjadi pada waktu kompresi dan upaya ibu untuk mendorong. Bila pemulihan denyut jantung cepat setelah kontraksi dan setelah upaya ekspulsi tersebut maka pesalinan dapat dilanjutkan. Tetapi tidak semua pelambatan denyut jantung janin tersebut didsebabkan oleh kompresi kepala. Daya yang kuat yang timbul didalam uterus waktu kontraksi dan daya mengejan ibu dapat menurunkan perfusi plasenta yang cukup besar. Turunnya janin melalui jalan lahir dan berkurangnya volume uterus sebagai akibatnya dapat mencetuskan derajat pelepasan plasenta prematur, sehingga kesejahteraan janin terancam. Turunnya janin lebih mungkin mengencangkan lilitan tali pusat disekeliling janin terutama dileher sehingga dapat menyumbat aliran darah umbilical. Mengejan yang berkepanjangan dan tidak henti-hentinya dapat membahayakan janin. Takikardi ibu, yang sering terjadi pada kala II jangan disalah artikan sebagai bunyi jantung janin yang normal.
Kelahiran kepala dengan perasat Ritgen, pada waktu kepala meregangkan perineum dan vulva kontraksi cukup untuk membuka introitus vagina sekitar 5 cm, perlu memasang duk dengan satu tangan untuk melindungi introitus dari anus dan kemudian menekan ke depan pada dagu janin melalui perineum tepat didepan koksigis, sementara tangan lainnya memberi tekanan diatas pada oksiput.
Setelah kepala dilahirkan, untuk mengurangi kemungkinan aspirasi debris cairan amnion dan darah yang mungkin terjadi setelah dada lahir dan bayi dapat menarik nafas, wajah cepat-cepat diusap serta mulut bayi diaspirasi.
Selanjutnya jari hendaknya menuju leher untuk memastikan apakah ada lilitan tali pusat. Lilitan terjadi pada sekitar 25 % persen kasus, bila terdapat lilitan hendaknya ditarik diantara jari-jari dan kalau cukup longgar dilepaskan dari kepala bayi. Bila lilitan mencekik erat dileher sehingga susah dilepaskan dari kepala, hendaknya dipotong diantara dua klem dan bayi cepat dilahirkan.
Setelah bayi lahir ditempatkan setinggi introitus vagina atau dibawahnya selama tiga menit dan sirkulasi fetoplasenta tidak segera disumbat dengan klem, kira – kira 80 ml darah dapat berpindah dari plasenta ke janin. Satu keuntungan dari transfusi plasenta tersebut bahwa hemoglobin dari 80 ml darah plasenta memberikan 50 mg besi sebagai simpanan bayi untuk menghindari anemia defisiensi besi pada masa bayi.
Lavase atau manual eksplorasi pada uterus setelah bayi lahir tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan trauma servik dan uterus serta dapat menimbulkan infeksi.

KALA III
  • Penatalaksanaan aktif kala 3 bagi semua ibu melahirkan:
- Pemberian Oksitosin
- Penegangan tali pusat terkendali
- Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap berkontraksi
  • Pemeriksaan rutin plasenta dan selaput ketubannya
- 22% kematian ibu disebabkan oleh retensio plasenta
  • Pemeriksaan rutin pada vagina dan perineum untuk mengetahui adanya laserasi dan luka

Persalinan Kala III
Segera setelah bayi lahir tinggi fundus dan konsistensi dipastikan, sepanjang uterus tetap kencang dan tidak terdapat perdarahan yang luar biasa pelepasan plasenta di tunggu hingga ada tanda –tanda pelepasan plasenta. Dilakukan managemen aktif kala III untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga mengurangi kehilangan darah. Namun sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan tidak ada kehamilan ganda. Tunggu uterus berkontraksi, lakukan peregangan tali pusat terus menerus sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati – hati ke arah punggung ibu dan kearah atas (dorso kranial). Ulangi langkah ini setiap kali ada his.berhati – hati, jangan menarik tali pusat berlebihan atau mendorong fundus karena akan menyebabkan inversio uteri.
Managemen aktif kala III yaitu :
· Pemberian uterotonik profilaksis
· Melakukan peregangan tali pusat terkendali
· Masase fundus uteri
Bila plasenta belum lepas setelah melakukan penatalaksanaan aktif perslinan kala III dalam waktu 15 menit, ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM, periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh, kala III dilakukan terus hingga 15 menit berikutnya. Setelah lahirnya plasenta harus diperiksa kelengkapannya dan masase uterus dilakukan untuk merangsang kontraksi uterus serta periksa perineum dari perdarahan aktif. Pada prinsipnya pencegahan perdarahan post partum yaitu dengan meningkatkan kontraksi uterus dan mempercepat kala II persalinan ini.

Tatalaksana kala III persalinan berbeda pada setiap center kesehatan, seperti di Eropa masih menggunakan "expectant management" yaitu menunggu terlepasnya plasenta dan membiarkan plasenta terlepas spontan. "Cochrane systematic review" menganalisa lima RCT ( Rendomized Controlled Trials ) untuk membandingkan akspectant management dan managemen aktif didapat bahwa " managemen aktif berkaitan dengan menurunnya risiko perdarahan postpartum lebih dari 500cc, menghindari kala III yang memanjang dan komplikasi serius lainnya, tetapi juga dikaitkan dengan efek samping penggunaan uterotonik ",.
Penggunaan syntrometrin intamuskular sebagai uterotonik profolaksis rutin pada kala III mengurangi risiko perdarahan postpartum dibandingkan dengan oksitosin intramuskular.Namun risiko terjadinya perdarahan postpartum yang berat pada penggunaan oksitosin intramuskular tidak meningkat.
Beberapa penelitian klinis menyarankan penggunaan misoprostol 400-600 mikrogram oral sama efektifnya dengan penggunaan oksitosin dan sintimetrin dan pada penelitian lain menemukan sama efektifnya dengan oksitosin namun berhubungan dengan peningkatan suhu dan mengigil.
Sedangkan pada Penelitian multisenter RCT dari WHO didapat. Pada penggunaaan misoprostol (prostaglandin E1) untuk mencegah perdarahan postpartum secara oral maupun rectal kurang efektif dibandingkan injeksi oksitosin. Hal ini berkaitan dengan lamanya mencapai kadar puncak dalam plasma setelah pemberian oral maupun rectal sehingga tidak direkomendasikan digunakan secara rutin pada kala III.
KALA IV
Observasi pada satu jam pertama setelah persalinan tiap 15 menit dan 30 menit pada jam kedua. Perhatikan tekanan darah , nadi kontraksi uterus serta perdarahan. Harus diperhatikan bila ada nyeri perineum yang berat berkaitan dengan terbentuknya hematoma. Serta distensi kandung kemih dapat mengakibatkan terganggunya kontraksi uterus.
MANAGEMEN PERSALINAN
Beberapa hal penting yang harus dinilai segera saat seorang wanita memasuki fase persalinan yaitu :
Onset serta frekuansi, durasi, relaksasi dan intensitas kontraksi uterus, riwayat perdarahan, dan gerakan janin.
Riwayat Alergi, penggunaan obat-obatan, waktu dan jumlah intake oral terakhir.
Maternal vital sign, data laboratorium; Hb, golongan darah, protein urin dan glukosa
Bunyi jantung janin, dan perkiraan berat janin Status membran, pembukaan dan penipisan serviks serta penurunan kepala.
Pada initial assessment ini harus ditentukan normalnya kehamilan. Kesimpulan hasil pemeriksaan dan data selama antenatal di gunakan untuk membuat rencana yang rasional untuk memonitor persalinan. Untuk mendapat hasil akhir kehamilan yang baik ditetapkan program yang dirinci dengan baik memberikan surveilans yang teliti tentang kesejahteraan ibu maupun janin. Semua observasi harus dicatat dengan baik Frekuensi, intensitas, lamanya kontraksi uterus, serta respon denyut jantung janin terhadap kontraksi tersebut harus diperhatikan benar.

Denyut Jantung Janin
Jika memungkinkan auskultasi denyut jantung janin diperiksa selama kontraksi dan selama 60 detik setelah kontraksi untuk melihat respon janin terhadap kontraksi. Pengukuran denyut jantung janin selama 30 – 60 detik diantara his untuk mengidentifikasi frekuensi dasar. Tanpa mempertimbangkan metoda yang digunakan dalam pengukuran denyut jantung janin standar interval evaluasi yang digunakan menurut ACOG guidelines (1997), AWHONN (1997) san SOGC (1995) yaitu :

Kala persalinan Risiko rendah Risiko tinggi
PK I laten 30 –60 menit 30 menit
PK I aktif 30 menit 15 menit
PK II 15 menit 5 menit

Auskultasi denyut jantung janin harus dilakukan sebelum melakukan tindakan :
  1. pemberian obat anastetik dan analgesik
  2. oxytocin dan setiap kali perubahan dosisnya
  3. pecah ketuban
  4. kontraksi uterus yang kuat
  5. pemeriksaan dalam atau pun kateterisasi urin.
Gawat janin atau hilangnya kesejahteraan janin, diduga apabila denyut jantung janin segera setelah kontraksi dengan pengulangan didapat 110 dpm.Gawat janin sangat mungkin terjadi bila didapat bunyi jantung janin kurang dari 110 dpm walaupun dengan perbaikan menjadi 110 sampai 160 dpm sebelum kontraksi berikutnya.
Gambaran bunyi jantung janin yang normal bila di dapat :
  1. frekuensi dasar 120 –160 dpm
  2. akselerasi tanpa ada deselerasi dan variabilitas antara 5 - 25 dpm
Kontraksi Uterus
Kontraksi uterus harus dievaluasi harus dimonitor intensitas, frekuensi, dan durasinya.Kontraksi yang adekuat bila kontraksi tersebut secara teratur menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks bersamaan dengan penurunan kepala. Satuan pengukuran kontraksi uterus yaitu Montevideo unit, rata-rata kekuatan (amplitudo) kontraksi dalam millimeter merkuri dikalikan dengan frekuensi kontraksi dalam 10 menit 200 – 250 montevideo unit ditentukan sebagai persalinan yang adekuat.

Pengukuran tanda vital
Pengukuran suhu, nadi dan tekanan darah dinilai sekurangnya tiap 2 - 4 jam, lebih sering bila ada indikasi, bergantung pada kondisi pasien. Pada pasien dengan ketuban pecah jika temperatur meningkat maka suhu diukur tiap 1 jam.

Pemeriksaan dalam
Pada kala satu persalinan keperluan pemeriksaan dalam selanjutnya untuk mengetahui status serviks dan dilatasi serta posisi bagian presentasi. Bila selaput ketuban sudah pecah, pemeriksaan hendaknya diulang segera kalau kepala tidak pasti engaged pada pemeriksaan vagina sebelumnya. Di Parkland Hospital Pemeriksaan vagina sering dilakukan dengan interval 2-3 jam untuk mengevaluasi persalinan. Pemeriksaan vagina yang berulang dan sering dapat menginduksi terjadinya infeksi terutama pada kala I persalinan. Depkes merekomendasikan periksa dalam pada keadaan normal cukup dilakukan empat jam dan selalu dilakukan secara asepsis. Frekuensi periksa dalam harus dibatasi sesedikit mungkin (WHO,1996.
Periksa dalam yang dilakukan lebih sering dari 4 jam sekali tidak bermanfaat, kecuali bila ada indikasi :
  • Ketuban pecah dini dengan letak bagian bawah janin masih tinggi untuk menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.
  • Untuk memantau kemajuan persalinan dan mencatat pembukaan serviks pada partograf
Alasan untuk melakukan pemeriksaan dalam setiap 4 jam didasari pada penggunaan partograf dan garis waspada. Biasanya terdapat waktu sekitar 4 jam antara garis waspada dan garis tindakan. Bila pemeriksaan dalam dilakukan kurang dari 4 jam, mungkin masih diperlukan pemeriksaan lagi sebelum mencapai garis tindakan.

Penggunaan oksitosin
Penggunaan oksitosin sebagai modalitas dalam managemen aktif persalian tanpa amniotomi dapat mengurangi lama persalinan hanya didapat pada satu penelitian dari empat penelitian yang ada. Didapat tidak adanya perbedaan insidensi seksio sesarea dan persalianan pervaginam dengan alat dan tidak mempengaruhi kondisi janin.

Asupan oral dan cairan intravena
Pada dasarnya pada semua keadaan, makanan dan cairan tidak diberikan oral pada saat memasuki persalinan aktif. Waktu pengosongnan lambung memanjang saat proses persalinan berlangsung dan pada pemberian analgesia. Sebagai akibat makanan dan kebanyakan obat yang dimakan tetap ada dilambung dan tidak diabsopsi, tetapi dapat dimuntahkan dan terjadi aspirasi. Namun penelitian Guyton dan Gibbs (1994) Insidensi aspirasi tidak didapat pada pemberian cairan oral 150 ml dua jam sebelum pembedahan.
Pada beberapa pusat kesehatan sering dilakukan restriksi caitan untuk menghindari aspirasi atau antisipasi bila anastesi umum dibutuhkan.Pemberian cairan intravena rutin pada awal persalinan tidak jelas diperlukan.Sedang pemberian infus intravena dengan oxytocics menguntungkan selama masa nifas untuk profilaksis. Dan perberian glukosa,elektrolit dan cairan baik bagi wanita yang berpuasa dengan kecepatan 60 – 120 ml perjam, untuk menghindari dehidrasi dan asidosis.
Randomized controlled trial 2000,didapat pemberian intravena pada nullipara menurunkan insidensi persalinan lama dan mengurangi kemungkinan kebutuhan pemberian oksitosin serta hidrasi yang kurang dapat menjadi factor yang menyebabkan gangguan pada proses persalinan. Hal ini dikarenakan cairan yang adekuat dapat menunjang perfusi yang optimal bagi uterus dan tidak hanya oksigenasi fetal adekuat tetapi juga menunjang kebutuhan nutrien bagi persalinan dan mengurangi sisa – sisa metabolisme. Namun menurut Neilson.JP,1998 rutin pemberian cairan intravena tidak selalu dibutuhkan bila wanita hamil dapat minum dengan baik.
Sedangkan efek untuk mengurangi atau mencegah makan dan minum sering mengakibatkan perlunya pemberian glukosa intravena, yang telah dibuktikan dapat berakibat negatif terhadap janin dan selanjutnya bayi baru lahir. Efek tersebut disebabkan oleh peningkatan insulin sebagai respons dari peningkatan kadar glukosa dan bisa mengakibatkan hipoglikemi pada janin, atau lebih sering terjadi hipoglikemi pada neonatal.

Dukungan psikis
Berdasarkan meta-analisis dari 11 RCT didapat; Dukungan psikis dapat mengurangi lamanya persalianan menghindari depresi pasca persalinan, mengurangi penggunaan analgesia, persalinan yang lebih singkat, mengurangi persalianan secara operatif dan persalianan dengan menggunakan alat. Banyak penelitian yang mendukung kehadiran orang ke kedua saat persalinan berlangsung. Penelitian itu menunjukan bahwa ibu merasakan kehadiran orang kedua tersebut sebagai pendamping pertolongan persalinan / bidan, akan memberi kenyamanan pada saat bersalin.
Pencukuran daerah pubis
Menurut Nelson 1998, dalam evidence-based intrapartum care dinyatakan bahwa pencukuran daerah pubis tidak mengurangi infeksi, bahkan mungkin meningkatkan resiko penularan HIV dan Hepatitis pada bayi.

Fungsi kandung kemih
Distensi kandung kemih harus dihindarkan, karena dapat menimbulkan persalinan macet dan selanjutnya hipotonia dan infeksi kandung kemih. Selalu dilakukan pemeriksaan abdomen daerah suprasimfisis untuk mendeteksi pengisian kandung kemih. Bila kandung kemih mengembang dan tidak dapat berkemih kateterisasi diindikasikan. Minta ibu hamil agar sering buang air kecil sedikitnya setiap 2 jam. Catat pada partograf jumlah pengeluaran urine setiap kali ibu b.a.k dan catat protein atau aseton yang ada dalam urine.

Posisi dan gerakan ibu dalam persalinan
Diketahui bahwa posisi terlentang saat persalinan dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah dari ibu ke janin. Pada saat persalinan sebenarnya telah terjadi pengurangan aliran darah plasenta akibat aktifitas otot rahim pada saat kontraksi. Bila janin telah mengalami kurangnya aliran darah plasenta, seperti pada gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, maka dengan adanya gangguan aliran darah plasenta yang diakibatkan posisi ibu (terlentang), maka hal ini dapat membahayakan janin.
Posisi bersalin dalam persalinan dapat mempengaruhi lamanya proses berlangsung, ibu yang lebih banyak bergerak dan dibiarkan memilih posisi yang mereka pilih sendiri mengalami proses persalian yang lebih singkat, dan rasa nyeri yang berkurang. Oleh karena itu ibu bersalin hendaknya diberi kebabasan memilih posisi yang dirasakan paling nyaman kecuali ada kontraindikasi lain. (WHO 1996).
Dalam suatu review sistematis dari 17 Randomised control Trial untuk mengevaluasi efek posisi ibu dalam persalinan, menyimpulkan bahwa " Ibu bersalin yang mengambil posisi tegak dilaporkan mengalami lebih sedikit rasa tidak nyaman dan nyeri, mengalami kala II yang lebih singkat (tanpa bantuan oksitosin), lebih mudah meneran dan memiliki peluang lebih besar untuk persalinan spontan dengan robekan perineal dan vaginal yang leboh sedikit. Komite ahli yang mengkaji persalinan normal untuk WHO menyimpukan hal yang sama.

Amniotomi
Manfaat yang diperkirakan adalah persalinan bertambah cepat, deteksi dini pewarnaan mekonium pada cairam amnion.bila amniotomi dilakukan hendaknya dilakukan teknik asepsis dan kepala harus tetap di panggul untuk menghindari prolaps tali pusat.
Pada dua multisenter di Canada dan The United Kingdom pada lebih dari 2000 partisipan didapat bahwa amniotomi dapat mengurangi lamanya persalinan, namun tidak menunjukan perbedaan efek terhadap ibu dan janin.
Partograf
Alat Bantu yang digunakan untuk observasi dan menilai kemajuan persalian dengan menilai pembukaan melalui pemeriksaan dalam, serta mendeteksi apakah proses persalianan berjalan secara normal.
Pencatatan dalam partograf yaitu :
a.Fase aktif ; pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
b.Kontraksi uterus dan Denyut jantung janin setiap 30 menit
c.Pembukaan serviks setiep 4 jam
d.Nadi setiap 30 menit
e.Tekanan darah dan temperatur setiap 4 jam
f.Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam

Informasi yang didapat melalui partograf yaitu :
  1. Informasi kondisi tentang ibu :
Nama, umur, gravida, para, abortus tanggal mulai persalinan, waktu ketuban pecah
  1. Kondisi janin :
DJJ,warna dan adanya air ketuban, molase
  1. Kemajuan persalinan :
pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah janin atau presentasi, garis waspada dan garis bertindak.
  1. Jam dan waktu :
mulainya fase aktif dan waktu actual saat pemeriksaan
  1. Kondisi ibu :
Nadi, tekanan darah, temperatur, dan urin obat-obatan dan cairan yang diberikan

Garis waspada : dimulai saat pembukaan servika 4 cm dan dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi bila pembukaan 1 cm per jam.
Garis bertindak : tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada disebelah kanan garis bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus dilakukan
Penelitian WHO di multicentre Asia tenggara yang bermaksud mengevaluasi penggunaan partograf dalam managemen dan hasil persalinan, bahwa dengan menggunakan partograf dapat mengurangi augmentasi dengan oksitosin hingga 54%, mengurangi lama proses persalinan yaitu persalinan yang lebih dari 18 jam serta mengurangi postpartum sepsis hingga 50%


Tidak ada komentar:

Posting Komentar